Rabu, 17 Maret 2010

pragmatik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari tanda, lambing, dan simbol. Tnda yang termasuk linguistik adalah bahasa, sedangkan tanda yang tidak termasuk linguistik/di luar linguistik berupa gambar dan benda. Semiotik terdiri dari tiga cabang, yaitu : sintaksis (ilmu yang mempelajari hubungan antarkata), semantik (ilmu yang mempelajari makna kata leksikal dan gramatikal), dan pragmatik (ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda dan penggunaannya). Jadi, pragmatik mengkaji bahasa dalam bentuk tutur.
Istilah pragmatik, walaupun sudah diperkenalkan oleh Charles Morris tahun 1938, perkembangannya menunggu sekian puluh tahun barikutnya. Perkembangan itu diawali dari reaksi terhadap teori linguistik struktural Bloomfield, yang menyisihkan makna, dan terhadap teori linguistik struktural Chomsky, yang mendepak tutur dan menekankan kaidah-kaidah bahasa daripada pelaksanaan kaidah tersebut.
Pragmatik sebagai disiplin ilmu baru harus mempunyai identitas sendiri. Hal ini cukup berat karena pragmatik bersinggungan dengan linguistik umum atau gramatika, sosiolinguistik, dan semantik. Sosiolinguistik yang mengaitkan kalimat dengan pengguna dan penggunaan bahasa, melihat segi sosial baik dalam arti yang sempit atau arti yang luas. selain harus memiliki identitas sendiri, pragmatik juga memiliki beberapa faktor yang berpengaruh dalam kajiannya. Pragmatik hanya membahas segi penggunaan bahasa yang sempit, yaitu situasi tutur. Pragmatik melihat kalimat sebagai ujaran dalam suatu komunikasi nyata, sesuai konteks.
Oleh sebab itu, kami akan membahas mengenai faktor yang berpengaruh dalam kajian pragmatik yang terdiri dari teks dan konteks serta situasi tutur. Pembahasan tersebut akan dijabarkan secara singkat dalam BAB II.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teks dan konteks ?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan situasi tutur ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain :
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teks dan konteks
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan situasi tutur

1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini yaitu :
1.4.1 Bagi mahasiswa, khususnya jurusan Bahasa Indonesia, makalah ini dapat dipakai pedoman dan referensi dalam memahami mata kuliah pragmatik
1.4.2 Bagi pembaca secara umum, makalah ini dapat digunakan sebagai penuntun dalam mendalami dan memandang bahasa sebagai tanda yang berhubungan dengan penggunaannya dalam konteks interaksi yang terjadi secara alami (maksud)








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teks dan Konteks
Konteks, jika dilihat dai segi semantik berarti ada sebelum dan atau sesudah kata, frasa, atau bahkan ujaran yang lebih panjang (dari frasa, yaitu klausa, kalimat), atau teks. Jadi, konteks bisa berarti “yang melingkungi”. Misalnya, kata makan dapat berada di dalam konteks verbal, konteks yang berwujud bahasa, yaitu di belakang kata akan, atau di depan kata pisang, membentuk frasa akan makan dan makan pisang, atau di tengah-tengah keduanya, akan makan pisang. Dalam hal ini, makan adalah butir leksikal (dalam bentuk kata) yang akan dicari maknanya, sedangkan kata akan dan pisang adalah konteksnya. Frasa akan makan dapat berada di belakang kata seperti saya, dia, mereka, akan membentuk kalimat seperti Saya akan makan. Bisa juga di depan bentukan lain yang membangun kalimat seperti Baru akan makan pun tak diijinkan. Dalam hal ini akan makan ialah butir gramatikal (dalam bentuk frasa) dan saya – dan Baru – pun tidak diijinkan adalah konteksnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa tiap kata dapat dicarikan konteks yang memungkinkan, dan tiap kata dapat menjadi konteks bagi kata yang lain.
Kalimat Saya akan makan dapat juga terjadi dalam sebuah percakapan berikut.
A : “Apa yang kamu lakukan?”
B : “Saya akan makan”
A : “Waduh, nasinya habis”
Dalam hal ini, kedudukan kalimat tersebut adalah ujaran dari B. Dipandang dari konteks verbal, dua ujaran A yang mengapit ujaran B merupakan konteksnya. Ujaran B tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan A. Dalam percakapan tersebut jelas ada penutur = N (yang bertutur) dan petutur = T (yang diajak bertutur, lawan tutur), yaitu A dan B, keduanya adalah partisipan (orang-orang yang terlibat di dalam percakapan). Ada pula topik yang dipercakapkan yaitu tentang makan. Semua itu membentuk konteks situasi.
Konteks itu, verbal atau situasi, dapat mempengaruhi makna sebenarnya dari sebuah kata, frase, kalimat, atau ujaran. Makna yang berdasarkan konteks itu disebut makna kontekstual. Menurut Richards, makna kontekstual adalah makna suatu butir leksikal (kata) atau butir gramatikal (frase, kalimat) di dalam konteks. Contohnya pada kalimat tanya, “Tahukah kamu apa artinya perang?” dapat mempunyai dua makna kontekstual: (1) dapat bermakna, “Kamu tahu makna kata perang?” jika diucapkan oleh guru bahasa kepada muridnya di kelas dalam pelajaran kosa kata dan jawabannya mungkin “perang ialah pertempuran antara dua kelompok yang menggunakan senjata”, dan (2) dapat bermakna, “perang berarti kematian, kehancuran, dan penderitaan”, jika diucapkan, misalnya, oleh seorang petran perang, yang cacat karena perang dan yang kehilangan bapak dan ibunya serta istrinya, kepada seorang politikus yang suka perang.
D.A.Cruse memakai istilah konteks linguistik (konteks bahasa) untuk konteks verbal, dan konteks ektralinguistik (konteks di luar bahasa) untuk konteks situasi. Dia agak berkeberatan jika konteks ekstralinguistik itu dimasukkan untuk menentukan makna. Alasannya, (1) hubungan antara butir leksikal atau butir gramatikal dengan konteks ekstralinguistik itu sering ditengahi oleh konteks bahasa murni (tanpa hal-hal di luar unsur bahasa), (2) tiap segi konteks ekstralinguistik pada prinsipnya dapat diungkapkan dengan menggunakan bahasa, (3) konteks bahasa lebih mudah dikontrol (dikendalikan) dan mudah dimanipulasikan (artinya kita dapat memberikan penjelasan dengan mengutak-atik bahasa).
Teks adalah sepotong bahasa lisan atau tertulis. Contoh-contoh di atas, akan makan, saya akan makan, dan saya akan makan tetapi nasinya habis. Semua itu adalah teks tertulis. Contoh teks lisan adalah percakapan antara A dan B. Jika kita melihat dari sudut bahasanya saja, maka konteks dalam contoh tadi adalah ujaran A, sedangkan ujaran B adalah butir gramatikal. Jadi, teks itu dapat dirumuskan menjadi : konteks + butir gramatikal/leksikal. Teks, menurut Rhicards, dapat dianalisis dari sudut pandang struktur dan atau fungsinya. Dari segi struktur, kita mengatakan bahwa butir leksikal (akan) dan butir gramatikal (akan makan, saya akan makan) berada di tengah, depan, atau belakang konteks. Dari sudut fungsi, kita dapat mengatakan, misalnya, tentang pertanyaan, perintah, peringatan, dan sebagainya. Misalnya, dalam contoh percakapan di atas, ujaran A berfungsi bertanya, disusul ujaran B yang berfungsi sebagai jawaban, diakhiri dengan ujaran A yang kedua sebagai pemberitahuan sekaligus berfungsi sebagai pernyataan kecewa karena tidak dapat menyediakan makan bagi B. Dari sudut konteks bahasa, kita dapat mengatakan, misalnya, kata akan berfungsi menjelaskan predikat.

2.2 Situasi Tutur
Pragmatik adalah sebuah studi kebahasaan yang terikat konteks. Untuk itu leech (1983) mengungkapkan bahwa pragmatik studies meaning in relation to speech situation. Untuk memperjelas batasan ini terlebih dahulu dapat simak kalimat (9) dan (10) berikut:
(9) letaknya jauh dari kota
(10) temboknya baru dicat
Secara formal, tanpa mempertimbangkan konteks pemakaian kalimat (9) dan (10) di atas adalah kalimat deklaratif. Sebagai kalimat deklaratif, (9) dan (10) berfungsi untuk menginformasikan sesuatu, yakni tempat yang bersangkutan jauh dari kota dan tembok yang dibicarakan itu baru dicat. Akan tetapi bila konteks keberadaan kalimat itu dipertimbangkan secara seksama, kedua kalimat di atas memungkinkan dipergunakan untuk menyatakan maksud lainnya.
Contohnya,
(11) +kita berangkat ke Sanur hari Minggu, Ya?
- letaknya jauh dari kota. Rumahku kosong. Orang tuaku sedang tidak di rumah.
(12) telah dibuka warung sate Tegal. Letaknya jauh dari kota. Hawanya segar. Tempat parkirnya luas.
Tuturan letaknya jauh dari kota dalam (11) berfungsi secara tidak langsung menolak ajakan lawan tutur, sedangkan dalam (12) membujuk lawan tutur dalam hal inicalon konsumen dengan secara tidak langsung mengatakan bahawa warung sate itu tenang, jauh dari keramaian kota, bebas polusi dan lai sebagainya.
Dari apa yang teruarai dalam pernyataan di atas, jelas bahwa sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya (Sperber & Wilson, 1989). Sehubungan dengan bermacam-macam maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah:
1. Penutur dan lawan tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakrban, dsb.
2. Konteks tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistikisik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relavan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotex), sedangkan konteks seting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3. Tujuan tuturan
Di dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang yang beroriaentasi pada tujuan. Bentuk-bentuk selamat pagi, pagi dan mat pagi dapat digunakan untuk menyapa lawan tutur atau dapat pula mengejek seseorang yang kesiangan. Jadi ada perbedaan yang mendasar antara pandangan pragmatik yang bersifat fungsional dan dengan pandangan yang bersifat formal, setiap bentuk lingual yang berbeda tentu memiliki makna yang berbeda. Selain itu, dengan criteria yang ketiga ini kalimat-kalimat anomaly, seperti Jono dipermainkan bola dan mobil saya hanya gerobak dapat diterangkan. Kalimat-kalimat ini secara berturut-turut digunakan untuk mengungkapkan maksud bahwa Jono tidak pandai bermain bola dan merendahan diri agar kedengarannya sopan di telinga lawan tuturnya. Tuturan Mobil saya hanya gerobak dipandang jauh lebih sopan di dalam situasi tutur tertentu daripada Mobil saya bagus sekali atau Mobil saya Ferari.
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.
Bila gramatika menangani unsure-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dsb., pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadi dalam siuasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani dalam tingkatannya yang lebih kongkret disbanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
5. Tututran sebagai tindak verbal
Tuturan yang dugunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam criteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang duhasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh kalimat apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat dengan tuturan. Kaliamt adalah entitias gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.








BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor yang berpengaruh dalam kajian Pragmatik terdiri dari teks dan konteks serta situasi tutur. Konteks merupakan “yang melingkungi” suatu ujaran. Konteks terdiri dari dua bagian, yaitu konteks situasi dan konteks verba melingkungi. Konteks verbal menunjukkan ujaran yang digunakan penutur dan petutur, sedangkan konteks situasi adalah semua yang melingkungi ujaran tersebut, baik itu topik ujaran, penutur, dan petutur. Teks adalah sepotong bahasa lisan atau tertulis. Teks, menurut Rhicards, dapat dianalisis dari sudut pandang struktur dan atau fungsinya. Dari segi struktur, kita mengatakan bahwa butir leksikal (akan) dan butir gramatikal (akan makan, saya akan makan) berada di tengah, depan, atau belakang konteks. Dari sudut fungsi, kita dapat mengatakan, misalnya, tentang pertanyaan, perintah, peringatan, dan sebagainya.
Sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya (Sperber & Wilson, 1989). Sehubungan dengan bermacam-macam maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1983) mengemukakan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah: penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, tuturan sebagai tindak verbal.
3.2 SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan kepada pembaca, agar ikut berpartisipasi dalam mengoreksi makalah ini, baik dalam bentuk kritik maupun saran, untuk menyempurnakan makalah ini. Karena, kami menyadari, makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, yang disebabkan keterbatasan pengetahuan kami mengenai Pragmatik. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Sumarsono. 2007. Buku Ajar Pragmatik. Singaraja : Undiksha.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar